SEPAKAT Bombana Masuk Sekolah, Ajarkan Literasi Lingkungan ke Siswa
BOMBANA – Seniman Pemuda Kreatif (SEPAKAT) Kabupaten Bombana menggelar kegitan Literasi Lingkungan di SMP 11 Bombana, Kecamatan Rarowatu Utara, Senin 18 September 2023.
Literasi Lingkungan berbasiskan kearifan lokal Moronene merupakan kegiatan kemitraan Pemda, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, RIHN (Lembaga Riset Jepang) dan Kampus Tri Tunas Iteks Makassar. Giat tersebut menghubungkan pemahaman kearifan lokal dari suku Moronene di wilayah bekas Kabupaten Buton itu.
Salah satu pembicara Gerakan Literasi Lingkungan berbasis kearifan lokal Moronene , Egha Crisin bilang, literasi lingkungan merupakan dasar dari segala ilmu pengetahuan, dalam menumbuhkan pemahaman tentang cara menjaga lingkungan.
“Sehingga menjadi faktor terpenting untuk sumber daya manusia, dalam memahami dan merawat lingkungan,” kata Egha di hadapan para siswa SMPN 11 Bombana pagi tadi.
Sementara itu, Ketua SEPAKAT, Heryan Powatu selaku Ketua dari organisasi SEPAKAT menjelaskan, dalam pengetahuan ekologi tradisional masyarakat Moronene, terkait konservasi hutan tertera dalam pengenalan akan wilayah adat. Sebab ada hutan yang dapat diolah atau dimanfaatkan dan ada yang tidak.
“Inalahi pue (tidak boleh dieksploitasi/diolah) ini salah satu bentuk perlindungan hutan untuk menjaga keanegaragaman hayati yang ada didalam hutan. Inalahi popalia (tidak boleh dieksploitasi/diolah,” jelas Haryan Powatu.
Inalahi popalia merupakan hutan ternyaman bagi hewan-hewan, sehingga hewan yang berada di tempat tersebut dapat dilindungi dan hutan tersebut dapat menjadi subur sehingga dalam hutan tersebut banyak terdapat tumbuhan obat-obatan.
Selain itu kata pria akrab disapa Hery ini, Inalahi Peuma (hutan yang dapat diolah atau hutan pemanfaatan perkebunan/perladangan)
Inilah popalia dan inilah pue tidak dapat berubah status menjadi hutan pemanfaatan. berbeda dengan konsep kepemerintahan sekarang, dimana hutan lindung dapat berubah status menjadi hutan produktif yang dapat memberi peluang bagi para investor pertambangan yang merusak lingkungan.
“Bahkan dalam melakukan perburuan dalam hutan perburuan masyarakat Moronene dalam menjaga ekosistem hutan adat, memiliki aturan adat dalam perburuan yakni tidak diperbolehkan untuk mengambil hewan buruan yang masih mudah dan hewan buruan yang sedang mengandung. Hal tersebut untuk menjaga populasi buruan dan keberlanjutan kebutuhan,” ungkapnya.
Sekretaris SEPAKAT Bombana, Agung Wahyudi menambahkan, kegitan tersebut dilaksanakan pada sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama yang berada di Desa Wububangka, Kecamatan Rarowatu Utara. Sebab kata Agung, desa tersebut terindikasi mengalami kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
“Sehingga perlu menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah daerah maupun pusat, untuk melakukan tindakan dalam membatasi aktivitas pertambangan dan melakukan upaya reboisasi,” tagas Agung.
Lanjutnya, kegiatan ini merupakan gagasan yang lahir dari kesadaran dan merupakan bentuk komitmen dan keseriusan dalam membenahi kerusakan lingkungan.
“Melalui upaya-upaya penghijauan atau reboisasi dan mengidukasi siswa/siswi sejak dini dengan bekal pengetahuan literasi lingkungan dan mengajak menanam beberapa bibit pohon di pelataran sekolah,” pungkasnya.